UN Lebih Cepat, Lebih Baik ?

KAGET.  Begitulah perasaan para guru dan siswa saat mendengar kabar perubahan jadwal ujian nasional (UN) SMP dan SMA sederajat tahun ajaran 2009/2010. Berdasar Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 75 Tahun 2009 tentang Ujian Nasional SMP/MTs, SMP Luar Biasa, SMA/MA, dan SMK, UN yang biasanya April dimajukan jadi Maret.

UN SMA sederajat minggu III Maret 2010, sedangkan SMP sederajat minggu IV Maret 2010. Peserta ujian nasional yang tak lulus, mulai tahun 2010 diberi kesempatan mengulang ujian pada tahun ajaran yang sama.

Sedikitnya ada tiga hal perlu diantisipasi. Pertama, masalah psikologis siswa. Tak bisa dibantah, UN dari tahun ke tahun memicu stres di kalangan siswa karena hasil UN jadi “kunci” kelulusan.

Akibat tekanan UN, banyak siswa mengkhawatirkan kondisi fisik dan mental mereka menjelang UN. Bahkan siswa “terbaik” di kelas pun stres sehingga tak aneh setiap tahun selalu ada siswa “pintar” gagal di UN.

Kedua, hakikat pembelajaran di kalangan guru. Pembelajaran yang sedianya merangsang guru untuk kreatif menyusun kegiatan yang berarti untuk mengasah kecerdasan dan keterampilan peserta didik dalam menyikapi perubahan dunia yang begitu cepat, dikhawatirkan berubah wujud jadi ajang pembahasan soal latihan UN tahun-tahun lalu. Itu dilakukan sedini mungkin dengan asumsi membuat siswa lebih siap menghadapi UN.

Ketiga, arah tujuan pendidikan di sekolah. Karena hasil UN jadi penentu kelulusan anak didik, setiap sekolah cenderung memandang tingkat kelulusan siswa sebagai tujuan utama. Namun sekolah kurang mengindahkan esensi proses pembelajaran berkualitas dan aspek penting lain.

Menyiasati UN, siswa harus berpandangan positif dan mau belajar secara cerdas untuk menghadapi dengan sukses. Berpikir positif memicu semangat belajar sekaligus menjauhkan siswa dari kekhawatiran berlebihan.

Hasil UN hanya salah satu dampak dari proses. Pertanyaannya, sudahkah anak didik memiliki kesadaran diri untuk belajar secara benar dan mandiri, tanpa bergantung pada guru di kelas?

Kesadaran dan kemandirian hanya tumbuh dan berkembang maksimal saat siswa bebas dari berbagai tekanan di bawah kondisi keluarga yang harmonis dan iklim sekolah yang demokratis.

Pembelajaran yang sesungguhnya akan membuat siswa cakap menyelesaikan berbagai persoalan hidup, paham hukum sebab-akibat sehingga berani mengambil risiko.

Gegabah jika guru berkeyakinan kesuksesan UN teraih cukup dengan menjejali siswa dengan latihan mengerjakan dan membahas soal.

Dampak psikologis pembelajaran ala bimbingan belajar itu akan membuat siswa terdidik mengambil jalan pintas dalam menyelesaikan masalah atau meraih keinginan.

Eksistensi pendidikan berkualitas dilihat tak hanya dari hasil. Yang pertama dan utama adalah kualitas proses sehingga semestinya sekolah berimbang dalam menyikapi UN. Saat kualitas proses dioptimalkan, tak perlu khawatir soal hasil UN.

Tak adil mengklaim kualitas sekolah bagus hanya karena tingkat kelulusan peserta didik tinggi, tetapi dengan mengabaikan proses. Jadi, mari berharap peserta didik sukses UN. Antara lain, dengan terus berbenah dan memperbaiki pembelajaran serta tak terpaku pada pembelajaran ala bimbingan belajar.

About Pak RM

Guru sejarah dan Antropologi di MAN 1 Surakarta. Blogger di kompasiana dan berikhtiar untuk memajukan pendidikan Indonesia

Posted on November 25, 2009, in Info Terbaru Boarding. Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.

Tinggalkan komentar